Selasa, 13 September 2011

Berartinya Orang Tua Kita

Pagi ini, iseng2 buka email, eh ternyata semalam habis online, suamiku lupa sign out dari emailnya..
ada beberapa inbox yang agak membuatku penasaran. Judulnya "Jangan Geisah", tapi isinya membuatku jadi ingat ibu/bapak yang dirumah. Betapa hebatnya mereka... dan betapa jahatnya aku.

Kisah Pohon Apel 

Zaman dahulu, ada sebatang pohon apel yang amat besar.

Seorang anak lelaki sangat senang bermain-main disekitar pohon apel ini
setiap hari.Dia memanjat pohon tersebut, memetik serta  memakan apel sepuas-puasnya, dan adakalanya dia beristirahat lalu terlelap di perdu pohon apel tersebut. Anak lelaki tersebut begitu menyayangi tempat
permainannya. Pohon apel itu juga menyukai anak tersebut.

Waktu berlalu, anak lelaki itu sudah besar dan menjadi seorang remaja.
Dia tidak lagi menghabiskan waktunya setiap hari bermain di sekitar pohon apel tersebut. Namun begitu, suatu hari dia datang kepada pohon apel tersebut dengan wajah yang sedih. "Marilah bermain-mainlah di
sekitarku," ajak pohon apel itu." Aku bukan lagi anak-anak, aku tidak lagi senang bermain dengan engkau," jawab remaja itu."Aku menginginkan permainan. Aku perlu uang untuk membelinya," tambah remaja itu dengan nada yang sedih.

Lalu pohon apel itu berkata, "Kalau begitu, petiklah apel-apel yang ada padaku. Juallah untuk mendapatkan uang. Dengan itu, kau dapat membeli permainan yang kauinginkan."


Remaja itu dengan gembiranya memetik semua apel dipohon itu dan pergi dari situ. Dia tidak kembali lagi setelah itu. Pohon apel itu merasa sedih. Waktu berlalu ... Suatu hari, remaja itu kembali. Dia semakin
dewasa.


Pohon apel itu merasa gembira."Marilah bermain-main di sekitarku," ajak pohon apel itu."Aku tidak ada waktu untuk bermain. Aku terpaksa bekerja untuk mendapatkan uang. Aku ingin membina rumah
sebagai tempat perlindungan untuk keluargaku. Maukah kau menolongku?". Tanya anak itu.

Maafkan aku. Aku tidak mempunyai rumah. Tetapi kau boleh memotong dahan-dahanku yang besar ini dan kau buatlah rumah daripadanya." Lalu, remaja yang semakin dewasa itu memotong semua dahan
pohon apel itu dan pergi dengan gembiranya. Pohon apel itu pun turut gembira tetapi kemudian merasa sedih karena remaja itu tidak kembali lagi setelah itu.

Suatu hari yang panas, seorang lelaki datang menemui pohon apel itu.
Dia sebenarnya adalah anak lelaki yang pernah bermain-main dengan pohon apel itu. Dia telah matang dan dewasa."Marilah bermain-mainlah di sekitarku,"
ajak pohon apel itu."Maafkan aku, tetapi aku bukan lagi anak lelaki yang suka bermain-main di sekitarmu. Aku sudah dewasa. Aku mempunyai cita-cita untuk berlayar. Tetapi aku tidak mempunyai perahu. Maukah kau menolongku?" tanya lelaki itu.

Aku tidak mempunyai perahu untuk diberikan kepada kamu. Tetapi kau boleh memotong batang pohon ini untukdijadikan perahu. Kau akan dapat belayar dengangembira," kata pohon apel itu.Lelaki itu merasa
amat gembira dan menebang batangpohon apel itu. Dia kemudiannya pergi dari situ dengangembiranya dan tidak kembali lagi selepas itu.

Namunbegitu, pada suatu hari, seorang lelaki yang semakindimamah usia, datang menuju pohon apel itu. Dia adalah anak lelaki yang pernah bermain di sekitar pohon apelitu."

Maafkan aku. Aku tidak ada apa-apa lagi untuk diberikan kepada kau. Aku sudah memberikan buahku untuk kau jual, dahanku untuk kau jadikan rumah, batangku untuk kau buat perahu. Aku hanya ada tunggul
dengan akar yang hampir mati..." kata pohon apel itu dengan nada pilu.


Aku tidak mau apelmu karena aku sudah tidak bergigi untuk memakannya,
aku tidak mau dahanmu karena aku sudah tua untuk memotongnya, aku tidak
mau batang pohonmu karena aku berupaya untuk belayar lagi, aku merasa lelah dan ingin istirahat," jawab lelaki tua itu.

Jika begitu, istirahatlah di perduku," kata pohon apel itu. Lalu lelaki tua itu duduk beristirahat di perdu pohon apel itu dan beristirahat.
Mereka berdua menangis kegembiraan.


Alkisah, sebenarnya pohon apel yang dimaksudkan didalam cerita itu adalah kedua-dua ibu bapak kita. Bila kita masih muda, kita suka bermain dengan mereka. Ketika kita meningkat remaja, kita perlukan bantuan
mereka untuk meneruskan hidup. Kita tinggalkan mereka, dan hanya kembali meminta pertolongan apabila kita didalam kesusahan.
Namun begitu, mereka tetap menolong kita dan melakukan apa saja asalkan kita bahagia dan gembira dalam hidup. Anda mungkin berfikir bahwa anak lelaki itu bersikap kejam terhadap pohon apel itu, tetapi
fikirkanlah, itu hakikatnya bagaimana kebanyakan anak-anak masa kini melayani ibu bapak
mereka. Hargailah jasa ibu bapak kepada kita.